Home - About - Sitemap - Contact - Link
::: Zona Ekspresi adalah Majalah sekolah, yang ada di SMA Negeri 1 Padangan :::

Friday, February 13, 2015

CERPEN NEW edisi 7

7:55 PM


Di Ujung Senja yang Kelam
Oleh: Ria Dwi Anggarawati (XII IPS 4)


Aku masih tetap pada posisi semula, duduk di bangku halte menunggu bus. Entah kenapa hari ini bus datang bengitu lama, tak seperti biasanya. Aku telah lama duduk disini, mungkin bangku halte yang kududuki sudah terasa panas. Juga uang seribu rupiah, yang kini mulai basah oleh kringat karena terlalu lama kugenggam. Rasa jenuh dan bosan mulai mengahampiri. Karena tak ada Huda. Dialah yang biasanya menemaniku menunggu bus. namun semenjak pagi tak terlihat batang hidungnya. Kelas begitu sepi tanpa kehadirannya. Dia selalu membuat ramai suasana. Suaranya ketika memaggil nama ku masih terngiang-ngiang dikepalaku. “rum, ningrum”. Ya, ningrum adalah panggilanku. Aku dan Huda memang baru kenal. Aku mengenalnya saat pertama masuk SMA. Kareka aku sekelas dengannya, dan rumah kita searah, membuat aku dan Huda saling mengenal. Sepulang sekolah kami selalu menghabiskan waktu di halte dekat sekolah. Menunggu datangnya bus. Walaubus yang datang terkadang begitu lama, juga Hujan dan teriknya mataharimembuat kita sebal. Namun pada akhirnya kejadian-kejadian itu menumbuhkan benih-benih cinta diantara kita. Beberapa hari yang lalu Huda menyatakaan perasaan cintanya padaku dan bertanya apakah perasaanku sama dengan atau tidak. Namun aku tak menjawabnya, walaupun sebenarnya aku juga mencintainya. Itu karena aku belum siap mengatakan padanya, aku butuh waktu dan Huda pun mengerti akan hal itu. Tapi, suatu saat nanti aku pasti akan mengatakan padanya. Pada waktu yang tepat.
Tak melihat batang hidungnya hari ini membuatku rindu padanya. Padahal, tadi pagi dia mengirimi ku pesan, katanya dia akan berangkat. Namun buktinya dia tak datang disekolah. Aku berniat pergi kerumahnya, untuk memasktikan. Apakah dia sakit? Apakah dia sedang ada urusan keluarga? Atau jangan-jangan dia membolos? Kemarin dia bercerita padaku, katanya dia sudah bosan bersekolah. Dia ingin segera lulus. Namun karena hari ini bus datang begitu lama, akhirnya aku memutuskan untuk  mengurungkan niatku. Aku takut pulang kerumah terlalu sore.
 Aku memalingkan wajah, ternyata dari arah barat telah tampak sebuah bus, aku segera bersiap dan menaiki bus itu. Hari ini bus begitu ramai. Sampai-sampai aku tak dapat menggerakkan tubuhku. Beberapa menit kemudian bus telah sampai pada pemberhentian pertama. Huda juga biasa turun di sini. Ternyata banyak sekali yang turun. Rata-rata dari mereka memakai baju gelap dan membawa ember berisi beras.
“mbak, kenapa banyak sekali yang turun disini dan membawa ember?” tanyaku penasaran pada salah seorang  penumpang wanita disebelahku.
“oh itu, denger-denger sih tadi ada yang meninggal gitu” jelasnya.
“pantes busnya penuh ya mbak,?”
 “kalo penuhnya itu gara-garabus yang dipakek buat ngelayat mogok, jadi penumpangnya dialihin ke bus ini semua”
“oh, Makanyabusnya tadi lama banget. Jadi mogok”
              Sekitar 10  menit aku berada dalam bus, aku turun pada pemberhentian kedua.  Kuaarahkan mataku metatap langit. Hari ini matahari begitu terik. Kurogoh ponsel di saku bajuku. Pukul 03.00ternyata sudah sore, tapi matahari hari tetap saja masih semangat memancarkan sinarnya. Aku mampir kewarung dekat aku turun dari bus tadi sebentar. Duduk sembari mengistirahatkan tubuh dan mendinginkan tenggorokanku.  Karena setelah ini aku harus berjalan lagi sekitar 1km menuju rumahku.
“sore bulek” begitu sapaanku kepada si penjual di warung itu.
“eh Ningrum, mau pesan apa?”
“kayak biasa aja bulek Es blewah”
“gak pesan yang lain? Hari ini ada es kelapa serut. Seger buat yang lagi haus” tawarnya padaku.
“enggak deh bulek, aku pesan es blewah aja satu”
“ok deh kalo gitu bulek buatin dulu, tunggu bentar ya?”
“eh, sama gorengannya ya bulek, laper ni” tambahku.
“iya. Ngomong-ngomong kok jam segeni baru pulang?”
“iya bulek, tadi busnya lama, jadinya agak sedikit telat pulangnya.” Jawabku sambil melahab gorengan buatan bulek.
“lah kenapa bus nya lama?”
“katanya sih tadi ada orang yang meninggal di gang dua, terus  bus yang di pakai ngelayat mogok. Jadi dialihin kebus berikutnya. Makanya lama.” Jelasku “tahu isi gak ada bulek?” tanyaku.
“gak ada udah habus diborong  sama kuli bangunan yang di rumahnya Bu.Desi”
“Bu.Desi jadi bangun rumah disamping  kuburan bulek?”
“iya jadi. Katanya dia sih gak masalah, mau rumah deket kuburan”
“apa gak takut bulek? Kan bu.desi janda? Tinggal dirumah sendirian lagi?”
“ya udahlah lah terserah dia. Oh ya tadi kok ada yang nggali kuburan ya? Yang meninggal siapa? Kok bulek gak tau?”
“em, mungkin tadi yang meninggal di gang dua dikubur disini kali bulek”
“ya kali ya”  tak terasa sudah setengah jam aku berbincang-bincang dengan bulek Tutik. Aku segera pulang kerumah takut kalau nanti aku pulang terlalu sore apalagi aku juga belum sholat ashar.
                                                                        ***
              “Assalamu’alaikum...”
              “Waalaikumsalam.. baru pulang rum?”
              “iya bu” jawabku sambil melepas sepatu.
              “rum, ibu mau bilang sesuatu sama kamu” ibu mulai mendekatiku.
              “bilang apa emang bu?” aku mulai menatapnya.
              “em..”
              ‘oh ya, Bapak sama mas Anggar kemana?” aku menengok keruang tengah. “bapak belum pulang ya bu? Biasanya jam segini udah nonton berita bapak.” Lanjutku.
              “em.. kamu mandi dulu aja ya, abis mandi sholat. Kamu belum sholat kan? Selesai solat makan, ibu udah masak enak buat kamu.”
              “iya bu” hari ini tatapan mata ibu aneh, seakan-akan suatu kejadian yang buruk telah terjadi. Namun aku tak mau berprasangka buruk terkebih dahulu. Mungkin itu hanya persaanku saja.
              Selesai makan ibu menghampiri ku. Aku benar-benar penasaran, apa yang akan dikatakan ibu? Kenapa bapak dan mas Anggar tak ada?
              “Ningrum” ibu memulai pembicaraan
              “sebenarnya ibu mau bilang apa sih ke ningrum? Ningrum jadi penasaran nih. Pliss, jangan buat Ningrum mati penasaran dong buk” aku memegang bahu ibu.
              “Ningrum, dengarkan ibu baik-baik  ya nak” ibu terlihat mulai serius. Aku semakin penasan, apa yang ingin ibu ceritakan. Ibu tak pernah terlihat seserius ini sebelumnya. “Huda nak”
              “Huda? Ada apa sama Huda bu? Kenapa tiba-tiba ngomongin Huda? Tadi Huda gak masuk sekolah soalnya”
              “Huda meninggal dunia” mataku terbelalak mendengar perkataan ibu barusan.
              “ibu ini bicara apa sih? Jangan bercanda ah?” aku mencoba memastikan perkataan ibu barusan.
              “ibu gak lagi bercanda, Bapakmu sama Mas Anggar lagi ngurusin pemakamannya” sejenak aku terdiam tanganku yang semula memegang bahu ibu kini mulai melemas. “tadi siang sekitar pukul dua, dia dipanggil yang kuasa” jelas ibu.
              “kenapa bu? Kenapa itu bisa terjadi sama Huda?”
              “Tadi pagi waktu dia berangkat kesekolah dia disrempet motor, dan dari arah yang berlawanan ada mobil yang melaju dengan kencang. Dan saat itu juga ialangsung dilarikan kerumah sakit. Tapi setelah beberapa jam dirumah sakit, tepatnya pukul dua siang. Dia meninggal dunia karena terlalu banyak mengeluarkan darah” aku terdiam mendengar penjelasan ibu, aku sungguh tak percaya dengan perkataan ibu barusan.
              “Ningrum?”
              “tapi tadi Huda sempet ngirim sms ke aku bu? Tadi dia bilang bakal berangkat” perlahan butir-butir air mataku mulai jatuh membasahi pipiku.
              “mungkin ini sudah jalannya nak, kamu yang sabar aja” ibu mencoba menghiburku. Tapi itu tak membuat hatiku tenang. Aku semakin terisak mendengar perkataan ibu. Namun ibu mencoba menegarkanku. Akhirnya dengan perasaan campur aduk akupun pergi kerumah duka dengan ditemani ibu. Meski sudah senja dan sebentar lagi magrib. Keluarga Huda tetap menguburkan Huda hari ini juga. Mungkin, senja ini akan menjadi senja yang kelam dalam hidupku. Ditinggalkan oleh sahabat yang sangat aku sayangi. Sebenarnya aku tak ingin pergi ke pemakaman Huda. Karena aku takut jikalau nantinya aku tak sanggup melihat jasad Huda dimasukkan keliang lahad. Namun, bagaimanapun Huda adalah teman ku. Teman terbaikku. Aku ingin mengantarkannya keperistirahatan terakhir.
              Air mataku tak sanggup lagi kubendung ketika melihat jasad Huda dimasukkan ke liang lahat dan kemudian di timbun oleh tanah merah yang kemudian ditaburi bunga-bunga. Pipi tirusku kini mulai basah oleh air mata kesedihan. Tak berselang lama, tiba-tiba mataku menjadi gelap. Dan akupun hilang kesadaran.

***





Author

Didunia ini kita akan menemukan banyak ilusi. Dan membaca akan menghilangkan ilusi tersebut dari kehidupanmu, semoga artikel yang bisa kami paparkan bisa bermanfaat bagi anda. Terima Kasih Telah Mengunjungi Web Resmi kami.Salam dari kami segenap pengurus Zona Ekspresi

0 komentar:

Post a Comment

 

© 2015 zona ekspresi.Designed by SMA N 1 PADANGAN

Back To Top