DEMOKRASI INDONESIA ( TINJAUAN HISTORIS )
Demokrasi,sebuah sistem yang diharapkan mampu mengatur kehidupan
berbangsa dan bernegara,dengan mengedepankan peranan rakyat sebagai pemilik
syah dari kedaulatan,memilki akar sejarah yang kuat sejak munculnya ide untuk
hidup barbangsa dan bernegara.Pada awalnya konsep ini tidak hanya mengedepankan
peran rakyat dalam bentuk komunitas,tetapi lebih dari pada itu secara
prinsipil,demokrasi berawal dari upaya untuk menjamin hak-hak seseorang secara
personal pada satu sistem pemerintahan dalam kehidupan bernegara.Mengatur hak
dan kepentingan personal dalam satu sistem kekuasaan rakyat yang dikelola
secara bersama adalah merupakan ruh dari makna demokrasi.Oleh sebab
itu,munculah konsep ; Dari Rakyat,Oleh Rakyat,Untuk Rakyat.
Demokrasi sebagai suatu tatanan,untuk
pertama kali muncul ketika manusia harus hidup bersama dalam suatu komunitas.Di
mana mereka harus menghadapi masalah,tantangan dan potensi konflik kepentingan
dalam kelompok. Mereka dituntut untuk bisa mengelola baik potensi positif
maupun potensi negatif yang muncul dalam kehidupan mereka sehari-hari.Dalam
perspektif ini,mereka harus meningkatkan intensitas komunikasi secara simultan
dalam komunitasnya,untuk memcahkan masalah yang setiap kali muncul.Pemecahan
masalah secara bersama-sama dalam suatu kesetaraan hak dan kewajiban,tanpa
adanya dominasi yang berujung pada kekuasaan seseorang atas seseorang
yanglain.Inilah yang menurut David Held ( 2007 ) disebut demokrasi klasik. Mereka
duduk bersama,memecahkan masalah bersama,merencanakan bersama dan melaksanakan
kesepakatan secara bersama dalam satu sistem pengelolaan hak dan kewajiban
bersama.Secara rasional manusia selalu mendambakan kebebasan untuk membuat
pilihan hidup ( Rene Descrates dan Suarez ).Itulah sebabnya setiap orang akan
berusaha untuk membuat perjanjian-perjanjian ( masyarakat ) guna memperoleh
kesepakatan tentang tentang pembagian hak dan kewajiban dalam kehidupan bersama
( Soetandyo Wignyosoebroto,2013,Pengantar ) .Inilah awal yang disebut model
demokrasi langsung.Warga negara memiliki kesempatan untuk memrintah dan
diperintah secara bergantian.
Secara
historis,konsep kekuasaan rakyat muncul ketika manusia dihadapkan adanya
hegemoni kekuasaan oleh kaum bangsawan.Sebagaimana J.J. Rouseau mengatakan
bahwa, dalam konstelasi kekuasaan pihak yang berkuasa merupakan minoritas
daripada pihak yang dikuasai ( Prof.Dr. Hazairin SH.1981).Dominasi yang
berlebihan dari kalangan bangsawan,menyebabkan timbul upaya untuk mencari formula guna berbagi ( share ) keuasaan
secara adil.Rakyat yang berposisi sebagai obyek kekuasaan tidak bisa membiarkan
kesewenang-wenangan segelintir penguasa ( kaum bangsawan ).Ketika rakyat merasa
tertindas,pada saat itulah mereka mulai memiliki nilai tawar untuk pengelolaan
sebuah kekuasaan.Karena “ Negara “ tanpa rakyat tidak akan memiliki arti
apapun.Oleh sebab itulah diperoleh suatu sintesis bahwa,rakyat adalah pemilik
kedaulatan yang sebenarnya ( teori kedaulatan rakyat ).
Harus diakui
bahwa,tradisi kedaulatan rakyat adalah merupakan tradisi yang lahir dan
berkembang dari kebuadayaan bangsa-bangsa Barat.Bagaimana sekian abad yang
lalu,polis-polis ( negara kota ) di Romawi dan Yunani kuno berdebat tentang
kekuasaan,kedaulatan dan negara sebagai sebuah organisasi yang mengelola
kekuasaan.Sehingga lahirnya teori-teori asal-usul kekuasaan,teori kedaulatan
dan teori tentang asal-usul negara.Di sinilah peranan rakyat mulai
diperhitungkan sebagai bagian dari penyelenggara kekuasaan,kedaulatan dan
penyelenggara negara.Rakyat sebagai pemilik kedaulatan yang
sebenarnya.Sedangkan raja hanyalah pemegang mandat ( mandataris ) dari rakyat
yang diberikan melalui proses dan mekanisme demokrasi.Di satu sisi,berkembangnya
iklim demokrasi yang melahirkan rakyat sebagai aktor utama,telah menyingkirkan
kaum feodal pada masanya.
Sebagaimana
sebuah konsep kekuasaan,demokrasipun juga memiliki unsur-unsur yang menjadi
pokok pembicaraan.Dari berbagai unsur demokrasi yang ada,sebenarnya
kekuasaanlah unsur yang paling sentral.Sehingga perdebatan panjang tentang
demokrasi sebenarnya berujung pada bagaimana setiap warga negara memiki
kesempatan ( kebebasan ) yang sama dalam
berpolitik ( berkuasa ).itulah sebabnya
aplikasi demokrasi dianggap ideal jika disertai dengan kebebasan dalam
penyelenggaraannya.Benar kiranya jika Winston Churchill mengatakan ; Memang
demokrasi bukanlah sistem yang terbaik.Namun setidaknya belum pernah ada yang
lebih baik dari demokrasi itu sendiri (Akbar Tannjung,2007, pengantar ).Nuansa
kebebasan yang “harus” menyertai pelaksanaan konsep demokrasilah,yang menjadi daya
tarik utama dari sistem demokrasi.Sehingga dianggap paling cocok untuk semua
bangsa.Namun demikian bukan berarti demokrasi tidak menyisakan pekerjaan
rumah.Franklin Delano Roosevelt pun pernah harus menhentikan mesin demokrasi
liberalnya untuk sementara,ketika Amerika Serikat mengalami krisis ekonomi
pasca perang dunia ke dua.Ini berarti,demokrasi tidak bisa dimakan
mentah-mentah.Di berbagai belahan bumi, demokrasi sering mengalami proses
metamorfosa secara berulang-ulang untuk mendapatkan model yang paling
cocok.Meski untuk itu harus dibayar dengan harga yang mahal berupa
disinstabilitas politik dan keamanan.
Perjalanan
bangsa Indonesia untuk mendapatkan bentuk demokrasi yang cocok dengan kultur
dan nilai-nilai luhur bangsa,telah menghasilkan catatan-catatan sejarah
buram.Piagam Jakarta dan Rancangan Undang – Undang Dasar yang dipersiapkan oleh
BPUPKI,sebagai model acuan para pendiri negara ( Founding Fathers ) negeri ini
untuk bagaimana mengelola kedaulatan yang diperoleh sebagai effect
dari proklamasi kemerdekaan.Secara redaksional,dalam kedua dokumen
tersebut tidak terdapat konsep yang jelas tentang sistem demokrasi yang berlaku
di Indonesia secara eksplisit.Meski sebenarnya secara implisit ,nafas demokrasi
itu sendiri sudah ada secara kontekstual baik dalam pembukaan UUD 1945,alenia
empat :
“ Kemudian dari pada
itu untuk membentuk suatu pemerintahan negara Indonesia yang melindungi segenap
bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesiadan untuk memajukan
kesejahteraan umum,mencerdaskan kehidupan bangsa ........”
Selain itu, pasal 1 ayat 1 UUD 1945
dikatakan ; Bahwa kedaulatan ada di tangan rakyat dan dilaksanakan sepenuhnya
oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat.Adanya sistem mandataris (pewakilan)
kedaulatan rakyat kepada perwakilan rakyat ( MPR ).Ini berrati tujuan dan
mekanisme demokrasi sudah ada dalam UUD 1945.Hanya saja belum ada nama yang
jelas,demokrasi apa yang dipakai pada saat itu.Dalam perkembangannya,pada
sidang PPKI tgl.22 Agustus 1945,Presiden sukarno berusaha “ memperkenalkan “
sistem sosialis demokrat dengan menjadikan PNI sebagai partai tunggal.Keputusan
ini langsung mendapatkan protes keras dari berbagai kalangan,sehingga keputusan
tersebut harus dibatalkan.Di sisi lain,para elite politik berusaha mencari
model demokrasi yang cocok untuk negara yang baru merdeka ini.Dalam usia yang
masih sangat muda,negeri ini justru terjebak dalam sistem demokrasi liberal
parlementer.Diawali dengan dikeluarkannya Maklumat Pemerintah tgl.3 Nopember
1945,yang memperbolehkan berdirinya partai-partai politik.Dan kemudian
ditindaklanjuti Maklumat Pemerintah tgl.14 Nopember 1945,yang mengubah sistem
kabinet presidensil menjadi kabinet parlementer.Daniel Dhakidae (1985)
Dua maklumat
pemerintah tersebut seakan mengawali petualangan pelaksanaan sistem demokrasi
liberal parlementer di Indonesia.Ada upaya untuk memaksakan tekonologi berdosis
tinggi ini dalam sistem pemerintahan yang baru.Sebuah uji coba yang tidak
berujung pangkal.Bagaimana tidak,sebuah bangsa yang baru saja merdeka dari
proses penjajahan yang sangat panjang,belum memiliki pengalaman dalam mengelola
kekuasaan dan kedaulatan.Tiba-tiba harus “ disodori “ sebuah konsep kebebasan
tanpa batas,tanpa persiapan apapun.Inilah gambling yang harus dibayar dengan
mahal.Nuansa persaingan bebas antar partai politik,politik dagang sapi telah
berakibat jatuh bangunnya kabinet.Dalam kurun 12 tahun,harus berganti kabinet
sebanyak 13 kali.Situasi ini bukan uji coba,tapi lebih merupakan pemaksaan
kehendak pihak-pihak tertentu untuk menerapkan sistem demokrasi liberal
parlementer di Indonesia.Dalam konstelasi persaingan idilogi global liberal
dengan komunis.
Setelah
hampir 14 tahun sistem liberal parlementer dicoba dipaksakan.Muncul kesimpulan
bahwa sistem ini tidak cocok untuk jiwa dan kepribadian bangsa Indonesia.Dalam
situasi Chaos munculah Presiden Sukarno ke panggung politik,setelah
sekian lama hanya dijadikan maskot simbol kekuasaan.Melalui Dekrit Presiden 5
Juli 1959,Sukarno pun mulai “ Bereksperimen “ dengan sistem demokrasi
terpimpinnya.Suatu upaya untuk mengkolaborasikan Pancasila ( sila ke 4 ) dengan
idelisme sosialisme demokratnya.hasilnya adalah sistem demokrasi
terpimpin.Pancasila mulai disebut dan diperkenalkan sebagai sebuah idiologi
bangsa.Sebagai pijakan hukum,Sukarno menterjemahkan,bahwa kalimat “ Kerakyatan
yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan “
adalah sistem demokrasi dalam kepemimpinan tunggal,yaitu presiden.Maka lahirlah
sistem demokrasi terpimpin.Model yang sama persis dengan negara – negara
sosialis komunis.Di mana negara dan pemimpin tampil sebagai sentral kekuasaan.
Dalam
pidatonya tgl. 17 Agustus 1959 ,dalam rangka hari ulang tahun kemerdekaan
Indonesia.Presiden Sukarno mengenalkan konsep MANIPOL USDEK ( Manifestasi politik yang berisikan UUD 1945,Sosialisme Indonesia,Demokrasi
Trepimpin,Ekonomi Terpimpin,Kepribadian Indonesia ).Formula baru
dari Presiden Sukarno untuk menerjemahkan sistem demokrasi yang harus
dipraktekan.Dengan menempatkan presiden sebagai pemimpin tunggal.Peran negara
atau pemimpin dalam pengeloalaan kekuasaan di segala bidang menjadi sangat
dominan.Semua keputusan harus bersumber dari “ keinginan “ presiden sebagai
penguasa tunggal.Kepemimpinan seperti ini cenderung mendorong pemimpin –
penguasa menjadi seorang diktator dengan otoriterisme.Model ini ternyata tidak
mengahsilkan jalan keluar untuk situasi Indonesia yang memang sedang
semrawut.Puncaknya,ketika PKI mencoba memanfaatkan kekuasaan Sukarno untuk
melaksanakan agenda politiknya,yaitu mengambil alih kekuasaan presiden
Sukarno,melalui sebuah kudeta berdarah G30S/PKI.Ini terbukti,bahwa demokrasi
terpimpin ala presiden Sukarno hanyalah petualagan politik dari Sukarno
sendiri. Kegagalan
Sukarno telah memberikan kesempatan “ oposisi “ untuk menggulingkan Presiden
Sukarno dengan sistem sosialismenya.Sebuah kekuatan konspirasi global berusaha
membangun sebuah anti thesa dengan memperkenalkan demokrasi impor yang lebih
bebas dari pada sistem demokrasi terpimpinnya Sukarno.Target awal,minimal
Indonesia tidak lagi berkiblat ke Eropa timur ( komunis ).Melalui sebuah power
people tahun 1966,tampilah penguasa baru yang relatif moderat di mata
dunia Barat,dengan lebel pemerintahan Orde Baru dengan Letjen Suharto sebagai
pemain baru di panggung politik Indonesia.Meski belum jelas betul model
demokrasi apa yang akan diperkenalkan oleh Suharto,bagi dunia Barat situasi
Indonesia sudah dianggap lebih sejuk dari pada iklim politik pada masa
sebelumnya.Minimal gerakan anti komunis telah menjadi trend di kalangan rakayat
Indonesia.
Pemerintahan
orde baru yang mengusung Pancasila sebagai idiologi utama dan UUD 1945 sebagai
konstitusi negara, telah mengenalkan bentuk demokrasi baru,yang diberi nama
demokrasi pancasila.Sebuah gagasan politik baru yang menempatkan Pancasila
sebagai model menejerial kekuasaan sekaligus sebagai “ kitab suci “ dalam
kehidupan berbangsa dan bernegara.Begitu posisi Pancasila di mata
Suharto,sehinga Pancasila ditetapkan sebagai azas tunggal bagi semua
ormas,orpol maupun organisasi keagamaan.Fakta inilah yang mempertegas tentang
rumusan demokrasi Pancasila.Sistem pengelolaan kekuasaan yang menempatkan
Pancasila sebagai sumber hukum tertinggi.Kalaulah dicari bagaimana mekanisme
pengelolaan kekuasaan menurut Pancasila,sebenarnya tidak jauh berbeda dengan
Sukarno dalam menterjemahkan sila ke 4 dari Pancasila.Karena memang dari ke 5
sila dari pancasila,sila ke 4 inilah yang terkait langsung dengan bagaimana
sebuah kekuasaan harus dilaksanakan.Pemerintahan Suharto menjabarkan dan
menegaskan bahwa,terjemahan sila ke 4 adalah berfokus pada sistem musyawarah
untuk mufakat dan voting (Hazairin,1981),untuk mengambil keputusan dan
menyelesaikan masalah.Tidak jelas benar bagaimana demokrasi ini dalam melihat aspek
ekonomi,sosial dan budaya harus digerakan.Pendek kata,semua mekanisme
politik,ekonomi,sosial dan budaya tidak
boleh bertentangan dengan pancasila.Tapi bentuknya seperti apa tidak jelas.
Sebuah
mekanisme demokrasi yang lebih cenderung pada keinginan dan kemauan
pemerintah.Bagaimana aspirasi rakyat harus tersalurkan,bagaimana hak rakyat
untuk memilih dijamin,bagaimana hak berorganisasi bisa diwujudkan,bagaimana
harus berusaha dan bersaing secara sehat dan bagaimana seseorang
mengekspresikan nilai-nilai budayanya.Semuanya menjadi kabur dengan adanya
sekian banyak undang-undang yang mengatur dan membatasi aspirasi dan mobilitas
rakyat.Undang-undang penyederhanaan partai politik tahun 1971,Permen Mendagri
no.12/1969,yang megngatur loyalitas pegawai negeri sipil hanya kepada Golkar
(partai pemerintah),Undang-Undang anti subversi,Undang-Undang monopoli
perdagangan cengkeh oleh BPPC ( yang diurus oleh anak-anak presiden ).Dominasi
Golkar dan ABRI di semua lini kehidupan masyarakat dengan nuansa represif. Semua
itu adalah regulasi yang mengatas namakan demokrasi Pancasila.Demokrasi
terpimpin mengalami metamorfosa menjadi demokrasi Pancasila.Di mana posisi
Presiden Sukarno dan presiden Suharto tidak jauh berbeda.Sebagai pengambil
keputusan tunggal.
Sebagaimana
siklus polybius, bahwa sistem politik yang mengandalkan penokohan dan ketokohan
seorang figur akan cenderung mengalami kejenuhan dan pembusukan di mata
rakyat.Sejarah kembali berulang. Gerakan power people kembali menyelesaikan
pekerjaan rumah demokrasi yang belum pernah mapan.Peristiwa gerakan reformasi
tahun 1998 ( kalau tidak boleh disebut sebuah revolusi ),mengakhiri kekuasaan
Suharto dengan demokrasi pancasilanya, yang telah berlangsung selama 32 tahun.Harapan
baru muncul,setiap orang yakin bahwa saat itu adalah demokrasi yang sebenarnya
akan diterapkan di Indonesia.gelombang aksi demonstrasi setiap saat mewarnai
hari-hari di negeri ini.sehingga orang semakin yakin bahwa inilah demokrasi
yang sebenarnya.Kebebasan beraspirasi yang hampir tanpa batas,kebebasan
berbicara,kebebasan berekspresi,kebebasan berusaha dan bersaing,penimbunan
sembako,BBM,monopoli,penyelundupan semakin menyeruak tak terkendali.Euforia
reformasi menjadi pesta yang harus dinikmati.Sementara itu pemerintah berada di
persimpangan jalan,tidak tahu harus berbuat apa.Tidak memiliki konsep dan
program yang jelas.Semua tindakan bersifat antisipatif terhadap situasi yang
selalu up to date.
Sementara itu,pancasila sebagai
sebuah idiologi dan dasar negara semakin tak jelas posisinya.Pemerintah dan
lembaga negara tidak pernah membicarakan lagi pancasila.Kebebasan menjadi suatu
keniscayaan,sebagai akibat ketidakmampuan negara ( pemerintah )dalam mengelola
kedaulatan.Krisis multi dimensional menjangkiti bangsa Indonesia.Peran lembaga
legislatif sebagai penyalur aspirasi rakyat dalam mekanisme demokrasi mengalami
mati suri.DPR tidak pernah mampu membaca apa keinginan rakyat.akibatnya rakyat
menyampaikan aspiarasinya secara liar dalam bentuk demonstrasi dan turun ke
jalan.Di sisi lain akses teknologi komunikasi dan informasi telah memicu
liberalisasi budaya dalam skema globalisasi.Tujuh belas tahun sudah reformasi
berlalu,tapi demokrasi yang diharapkan mampu mengatur kedaulatan negeri tak
kunjung ada.Bahkan saat ini rakyat tidak lagi bertanya,kita ini menganut sistem
demokrasi apa.Sementara pemerintah dan para penyelenggara negara yang lain,juga
tidak pernah merasa perlu untuk membicarakan masalah nama atau bentuk demokrasi
yang berlaku di negeri ini.
Kecenderungan-kecenderungan
politik,ekonomi,sosial serta budaya yang mengarah pada iklim
globalisasi.Menciptakan keniscayaan kebebasan sebagai fenomena yang harus direalisasikan
disemua lini kehidupan.Rakyat tak lagi mau dibatasi dengan berbagai
undang-undang dan regulasi yang mengikat dan memberangus.Mereka tidak mau lagi
terjebak dengan model-model rezim orde baru.Situasi politik kekuasaan pun sudah
menunjukan liberalisasi,dengan berbagai macam bergaining politik – politik
dagang sapi,koalisi politik,persaingan bebas.Di bidang ekonomi,persaingan
bebas,monopoli,sistem ekonomi pasar,penyelundupan,penimbunan produk ,penguasaan
distribusi ketidak berdayaan pemerintah terhadap fenomena pasar.Di bidang
budaya akses liberalisasi budaya dan sistem nilai,telah menyapu budaya dan
nilai –nilai lokal.Ini semua adalah indikator-indikator demokrasi liberal.Tidak
ada komitmen dan pernyataan pemerintah terhadap kondisi demokrasi yang
sebenarnya terjadi dan dilaksanakan di Indonesia.Meskipun berbagai dampak harus
ditanggung oleh rakyat,pemerintah tidak marasa perlu untuk mengidentifikasi dan
mengklarifikasi ataupun menginvestigasi,apakah semua kesemerawutan itu sebagai
dampak dari ketidak jelasan sistem demokrasi di negeri ini.
Akhirnya
sampailah pada kesimpulan,bahwa sampai hari ini perjalan demokrasi negeri ini
berada pada posisi yang tidak jelas dan cenderung mengikuti “ pasar “
global.Ini berarti negara kita tidak memiliki rumus dalam pengelolaan
kedaulatan.Ada pembiaran penyelewengan mandat kedaulatan rakyat.Ataukah
ketidakmampuan para penguasa untuk memahami makna dan filosofi demokrasi.
0 komentar:
Post a Comment