Tak Seperti pagi yang dulu
Pagi ini begitu sepi, pagi ini
semuanya berubah menjadi sunyi. Tak ada yang mampu mengeluarkan kata-kata
ataupun sebuah harapan untuk masa depan, semuanya terdiam, membisu. Tak ada
lagi ayam berkokok bersahutan, ataupun suara kicauan burung yang biasanya begitu khas melukiskan suasana pagi. Semuanya
terdiam, semuanya membisu semuanya mematung dan tak mungkin dapat digerakkan
lagi.
Pagi ini tak seperti biasanya. Pagi
ini menjadi pagi paling hampa yang pernah kurasakan. Bagaimana tidak? Kau tau?
Pagi ini aku melihat separuh dari jiwaku pergi, menjauh dariku yang mungkin tak
akan pernah kembali kepadaku. Separuh jiwaku telah pergi ke angkasa luas yang
tak mungkin dapat kembali lagi. Yah, kurasa gaya gravitasiku tak akan cukup
kuat untuk menariknya kembali. Dia tak kan mungkin kembali.
Pagi ini aku benar-benar muak.
Bagaimana mungkin dia meninggalkanku tanpa memberikan suatu kesan perpisahan yang hebat? Dia hanya meninggalkan
sebuah kenangan yang membuatku semakin muak mengingat ataupun melihat wajahnya
yang tampan itu. Dia meninggalkan kenangan yang benar-benar mampu membuatku
semakin gila. Kenangan yang membuatku merasa menjadi seseorang yang bodoh
sepenuhnya.
Pagi ini dia meninggalkanku dengan alasan
yang sangat memuakkan, “Kau terlalu manja Je” ucapnya seraya menatapku dengan
tatapan datarnya seperti biasa. Sementara aku hanya mampu tersenyum, sebuah
senyuman sinis. “Kau tak bisa dewasa, emosimu terlalu labil!” tambahnya yang
membuatku semakin muak melihatnya. “Lalu apa maumu??” tanyaku seraya mengangkat
wajahku. Dia menatapku sekilas, kemudian menundukkan kepalanya menghindari
tatapan tajamku ke arahnya. “Kita putus.” jawabnya pelan lalu menepuk pundakku
pelan.
Pagi ini aku benar-benar gila,
bagaimana mungkin aku menangis karena hal sepele seperti itu? Dan bagaimana
mungkin otakku dengan cepatnya memutar memori kenanganku dengannya? Seperti
saat ini, aku melihat sebuah bayangan nyata yang sedang berputar di otakku. Aku
melihat bayanganku sendiri yang tengah tersenyum manis ke arahnya, sementara
dia berjalan perlahan mendekat ke arahku. “Kau sangat manis Je” bisiknya pelan
saat dia tepat berada di depanku yang membuat sebuah senyuman merekah ruah di bibir
tipisku. Tanganya perlahan menggenggam tanganku, sementara aku hanya terdiam seraya
menyembungikan rona merah yang menyembul dari kedua pipiku.
Pagi ini aku lebih muak pada sosokku
yang dulu. Bagaimana mungkin dengan mudahnya aku menyerahkan seluruh hatiku
kepadanya? Dan aku bahkan tak menyisakan secuil hatiku untuk kusimpan sendiri.
Tuhan, andai waktu dapat kuulang kembali, aku akan berjalan ke arahnya lalu
meludah tepat di wajahnya yang tampan itu. Atau mungkin aku akan membuang
setiap untaian bunga yang selalu dia berikan di setiap pagi
Pagi ini aku akan berhenti menangis. Yah
pagi ini adalah awal dan akhir tangisanku. Aku tak mau melanjutkannya. Ini
sudah terlalu sakit dan aku juga terlalu muak dengan semuanya. Pagi ini aku
akan berusaha kuat, bukankah aku pernah hidup tanpanya? Pagi ini aku akan
menjadi sosokku yang dulu. Sosokku yang tak pernah mengenal seorang pemuda yang
bernama Adrian Obi saputra
Pagi ini aku akan mulai kembali
tersenyum, meskipun tanpa kehadirannya lagi. Aku akan melupakan semua
tentangnya. Melupakan setiap perkataan-perkataan bijaknya. Aku akan melupakan
setiap hembusan nafasku yang kulalui bersamanya.
Puji Rahmawati (Puput_jeje) X1

0 komentar:
Post a Comment